Selasa, 13 November 2012

INVERSI UTERUS


Oleh Nia Dwi Yuliati

Kegawatdaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya inverse uterus. Inverse uterus adalah keadaaan dimana lapisan dala uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sam pai komplit. Factor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah atonia uteri, serviks yang masih membuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (maneuver Crede) atau tekanan intraabdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin).
Melakukan traksi umbilicus pada pertolongan aktif III dengan uterus yang masih atonia memungkinkan terjadinya inversion uteri. Inversi uteri ditandai dengan tanda-tanda : Syok karena kesakitan, perdarahan banyak yang bergumpal, di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang nasih melekat, bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.
Secara garis besar tindakan yang dilakukan untuk mengatasai inverse uterus sebagai berikut :
1.      Memanggil bantuan anastesi dan memasang infis untuk cairan / darah pengganti dan pemberian obat.
2.      Beberapa senter memberikan tokolitik/ MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.
3.      Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bil berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infuse atau i.m. tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru dilepaskan.

4.      Pemberian antibiotika dan trasnfusi darah sesuai dengan keperluannya.
5.      Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparatomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar